Bagi setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan
memiliki akhlaq yang baik serta yang terpuji. Barang siapa yang melakukan
sifat-sifat tersebut, niscaya akan mendapatkan balasan yang setimpal, baik di
dunia maupun di akhirat.
Barang
siapa yang meninggalkan khianat dan pekerjaan yang tercela lainnya karena Allah
dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, maka Allah akan menggantinya dengan
kebaikan yang berlimpah.
Ada
seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari seseorang. Suatu ketika
orang tersebut menemukan guci di areal tanah yang baru dibelinya itu. Guci
tersebut ternyata berisi perhiasan emas yang cukup lumayan jumlahnya.
Dengan
segera orang itu menemui pemilik tanah sebelumnya, yang dulu menjual kepada
dirinya. “Ambilah emasmu yang kutemukan, sebab aku hanya membeli tanah
perkebunan, tidak termasuk membeli emas itu” katanya.
“Aku
menjual tanah itu berikut apa yang ada di dalamnya, maka guci emas itu pun
sudah menjadi hakmu” jawab pemilik tanah sebelumnya menolak. Ia menganggap
tanah yang dijualnya berikut apa yang ada di dalamnya sudah sah menjadi pemilik
yang membelinya, meskipun ada barang berharga yang ia sendiri tidak tahu.
Kedua
orang itu saling tak mau menerima emas itu, mereka sama-sama menganggap bahwa
barang itu bukan haknya. Akhirnya, mereka meminta keputusan hukum kepada orang
lain, yang dianggap bijaksana dan mengerti.
“Apakah
kalian berdua mempunyai anak?” Tanya orang yang dimintai pendapat itu. “Aku
memiliki seorang anak laki-laki” jawab orang yang membeli tanah itu. “Aku
mempunyai seorang anak perempuan” sahut penjual tanah.
“Nikahkanlah anak laki-lakimu
dengan anak perempuannya dan nafkahkanlah kepada keduanya emas itu, serta
bersedekahlah” kata orang itu member nasihat.
(Abu Hurairah radiallahu ‘anhu
meriwayatkan)
Dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa beliau menyebut ada dua orang
laki-laki Bani Israil yang terlibat percakapan serius.
Laki-laki Bani Israil yang satu
meminta kepada laki-laki Bani Israil lainnya untuk memberinya pinjaman uang
sebesar 1.000 dinar.
Orang yang hendak menghutangi itu
berkata
“Carilah beberapa orang saksi, agar
mereka menjadi saksi hutang piutang ini.”
“Cukuplah Allah sebagai saksiku”
jawab orang yang hendak berhutang itu.
“Datangkanlah seseorang yang dapat
menjamin kepercayaanku terhadap dirimu”
“Cukup Allah yang menjaminku.”
“Engkau benar!” kata orang yang
hendak member pinjaman itu. Maka unag itu diberikan kepadanya untuk
dikembalikan pada waktu yang ditentukan.
Orang yang berhutang itu kemudian
pergi berlayar untuk suatu keperluan hingga beberapa lama. Karena hutangnya
telah tiba waktunya untuk mengembalikan, seperti yang telah ditentukan. Ia
kemudian mencari kapal yang bisa mengantarkan dirinya. Namun, orang itu tak
menemukan kapal tersebut. Dia kemudian mengambil sebatang kayu dan ia lubangi,
lalu dimasukkannya uang 1.000 dinar beserta sebuah surat ke dalamnya.
Selanjutnya ia menuju ke pantai.
“Ya Allah, sunggguh engkau telah
mengetahui bahwa aku meminjam uang kepadanya sebanyak 1.000 dinar. dia
memintaku seorang penjamin, maka kukatakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan
ia pun rela. Dia juga meminta kepadaku saksi, maka kukatakan cukuplah Allah
sebagai saksi, dan ia pun rela” katanya dengan wajah menengadah.
“Sungguh aku telah berusaha keras
untuk mendapatkan kapal yang dapat mengirimkan kepadanya uang yang telah
dipinjamkannya kepadaku, tetapi aku tak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku
titipkan ini kepada-Mu”
Kemudian orang itu melemparkan kayu
yang di dalamnya berisi uang dan surat itu ke laut, lalu ditinggalnya pulang.
Sementara itu, orang yang member
pinjaman juga menantinya. Ia selalu menunggu kapal yang dating ke negerinya,
barangkali orang yang telah diberinya pinjaman datang untuk mengembalikan
tanggungannya.
Saat itu pun ia ke luar rumah
menyusuri pantai untuk mencari tahu, barangkali ada kapal yang berlabuh dan
membawa titipan uangnya. Tiba-tiba ia melihat kayu terapung-apung di pinggir
pantai. Diambilnya kayu tersebut dengan maksud untuk dijadikan kayu bakar istrinya.
Ketika sampai dirumah, dibelahnya
kayu itu. Dan alangkah terkejutnya lelaki itu, ternyata di dalam kayu itu
terdapat uang 1.000 dinar dan sepucuk surat yang ditujukan kepada dirinya.
Beberapa hari kemudian datanglah
orang yang berhutang itu ke rumahnya dengan membawa uang 1.000 dinar.
“Maaf aku telah melanggar janjiku.
Demi Allah, aku telah berusaha mencari kapal agar bisa membayar hutangku tepat
pada waktunya, tetapi aku tak mendapatkannya, dan baru sekarang aku bisa sampai
disini” katanya.
“Bukankah kau telah mengirimkan
uang itu dengan sesuatu?” Tanya orang yang member pinjaman itu.
“Bukankah sudah kuberitahukan
kepadamu, bahwa aku kesulitan mencari perahu untuk bisa datang kemari” sahut
peminjam itu tak mengerti.
“Sesungguhnya Allah telah menunaikan
apa yang engkau kirimkan kepadaku dengan menggunakan sepotong kayu itu. Karena
itu bawalah kembali uangmu, karena engka telah melunasinya” kata orang yang
memberi pinjaman itu menerangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar