Kata
Pengantar
Puji
syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah swt. Karena atas karunianya, telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami membuat makalah ini
berasal dari berbagai sumber yang ada di media massa.
Di dalam makalah ini, tercantum
mengenai Seni Musik Daerah Jawa Tengah. Yaitu mengenai sejarah, alat musik, dan
beberapa lirik lagu Daerah Jawa Tengah.
Kami disini sebagai pemula, sehingga
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari anda. Karena makalah ini masih
jauh dari sempurna, dan masih memerlukan perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Praya,
Juli 2012
Daftar
Isi
Kata
pengantar……………………………………………………………. 2
Daftar
Isi…………………………………………………………………... 3
Sejarah
Perkembangan Seni Musik Jawa Tengah……………………... 4
Gamelan…………………………………………………………………… 7
Bonang Barung…………………………………………………… 9
Saron……………………………………………………………… 10
Slenthem………………………………………………………….. 11
Kenong……………………………………………………………. 12
Kempul……………………………………………………………. 13
Gong………………………………………………………………. 14
Kendang…………………………………………………………… 15
Suling……………………………………………………………… 16
Siter………………………………………………………………… 17
Rebab………………………………………………………………. 18
Demung……………………………………………………………. 21
Bonang Penerus…………………………………………………… 22
Beberapa
contoh lirik music daerah Jawa Tengah…………………….. 22
Sejarah
dan Perkembangan Seni Musik Gamelan di Jawa Tengah
Bagi masyarakat Jawa khususnya,
gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan kesehariannya. Dengan kata
lain, masyarakat tahu benar mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan.
Mereka telah mengenal istilah 'gamelan', 'karawitan', atau 'gangsa'.
Namun barangkali rnasih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?.
Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889):
(1) wayang,
(2) gamelan,
(3)ilmu irama sanjak,
(4) batik,
(5) pengerjaan logam,
(6) sistem mata uang sendiri,
(7) ilmu teknologi pelayaran,
(8) astronomi,
(9) pertanian sawah,
(10) birokrasi pemerintahan yang teratur
Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa Hindu dari India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman prasejarah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal sistem tulisan. Tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan merunut gamelan pada masa prasejarah.
Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengarn bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan ansambelnya.
Istilah “karawitan†yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai "karawitan" berangkat dari kata dasar “rawit†yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).
Dalarn pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur berikut (Supanggah, 2002:12):
(1) menggunakan alat musik gamelan - sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog - sebagian atau semuanya.
(2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari keduanya.
Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan telah berkembang di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Canada. Karawitan telah 'mendunia'. Oleh karna itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung malahan tidak mau peduli terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan Jawa, bahkan di beberapa negara memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.
Sumber data tentang gamelan
Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889):
(1) wayang,
(2) gamelan,
(3)ilmu irama sanjak,
(4) batik,
(5) pengerjaan logam,
(6) sistem mata uang sendiri,
(7) ilmu teknologi pelayaran,
(8) astronomi,
(9) pertanian sawah,
(10) birokrasi pemerintahan yang teratur
Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa Hindu dari India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman prasejarah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal sistem tulisan. Tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan merunut gamelan pada masa prasejarah.
Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengarn bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan ansambelnya.
Istilah “karawitan†yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai "karawitan" berangkat dari kata dasar “rawit†yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).
Dalarn pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur berikut (Supanggah, 2002:12):
(1) menggunakan alat musik gamelan - sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog - sebagian atau semuanya.
(2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari keduanya.
Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan telah berkembang di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Canada. Karawitan telah 'mendunia'. Oleh karna itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung malahan tidak mau peduli terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan Jawa, bahkan di beberapa negara memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.
Sumber data tentang gamelan
Kebudayaan Jawa setelah masa
prasejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika kebudayaan dari luar
-dalam hal ini kebudayaan India- mulai berpengaruh. Kebudayaan Jawa mulai
memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya sistem tulisan dalam
kehidupan masyarakat. Dilihat dari perspektif historis selama kurun waktu
antara abad VIll sampai abad XV Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan
unsur-unsur kebudayaan India. Tampaknya unsur-unsur budaya India juga dapat dilihat
pada kesenian seperti gamelan dan seni tari. Transformasi budaya musik ke Jawa
melalui jalur agama Hindu-Budha.
Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber - sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan dikatakan sebagai “tabeh - tabehan†(bahasa Jawa baru 'tabuh-tabuhan' atau 'tetabuhan' yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl†dengan alat musik perkusi yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gèmbèl†yang berarti 'alat pemukul'. Dalam bahasa Bali ada istilah 'gambèlan' yang kemudian mungkin menjadi istilah 'gamelan'. Istilah 'gamelan' telah disebut dalam kaitannya dengan musik. Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli musik Judith Becker malahan mengatakan bahwa kata 'gamelan' berasal dari nama seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah 'gamelan' dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun ternyata tidak.
Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber - sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan dikatakan sebagai “tabeh - tabehan†(bahasa Jawa baru 'tabuh-tabuhan' atau 'tetabuhan' yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl†dengan alat musik perkusi yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gèmbèl†yang berarti 'alat pemukul'. Dalam bahasa Bali ada istilah 'gambèlan' yang kemudian mungkin menjadi istilah 'gamelan'. Istilah 'gamelan' telah disebut dalam kaitannya dengan musik. Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli musik Judith Becker malahan mengatakan bahwa kata 'gamelan' berasal dari nama seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah 'gamelan' dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun ternyata tidak.
Gambaran instrument gamelan pada
relief candi
Pada beberapa bagian dinding candi
Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali
yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi,
simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat
dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk
periuk, simbal (kècèr), dan suling.
Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke - 13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh (abad ke-15 M).
Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut 'vaditra' yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul). Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India disebut “laya†dibakukan dengan menggunakan pola 'tala' yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).
Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke - 13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh (abad ke-15 M).
Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut 'vaditra' yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul). Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India disebut “laya†dibakukan dengan menggunakan pola 'tala' yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).
GAMELAN
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Pemain Gamelan
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya
menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada
instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan
dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel
yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata
benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali
dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili
seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti
sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya
dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya.
Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka,
dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di
Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang
Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang
lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set
gamelan.[rujukan?]
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di
Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah
berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang
dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik,
ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan
elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut
dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses
yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara
penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah
Sunda, atau Jawa Barat), dan
"madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak
dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar
negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari
Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari
daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik
tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan
warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik
ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan
musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Namun saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara
resmi seperti pernikahan, syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini,
gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Galeri
Kendang koleksi KBRI Canberra, Australia
Berikut ini adalah
bagian-bagian Gamelan Jawa Tengah :
Ø Bonang Barung
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Bonang Barung adalah salah satu bagian dari seperangkat Gamelan Jawa, Bonang
terbagi menjadi dua yaitu Bonang barung dan Bonang penerus.
Bonang barung berukuran sedang, beroktaf tengah sampai
tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam Ansambel. Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu
mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu
instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis
gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing (menentukan gendhing
yang akan dimainkan) dan menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan
imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia
membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen
aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di
akhiran kalimat lagu.
Ø Saron
Saron barung (tampak depan, dengan tabuh kayu) dan saron panerus (di
belakang, dengan tabuh tanduk)
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu
instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan
semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf
lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron
biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
Dari
kiri-kanan; saron panerus, saron barung, dan demung, dari STSI Surakarta
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang
imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan
keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis
gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan
misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang
bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu
ditabuh pelan.
Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan /
lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul
sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada
sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)
Galeri
Saron
Tabuh Saron
Ø Slenthem
Slenthem merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang
diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan
dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan bila ditabuh.
Beberapa kalangan menamakannya sebagai gender penembung. Seperti halnya pada instrumen lain dalam satu
set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C
hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D,
E, G, A, C'.
Cara memainkan
Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan,
ricik, ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri
melakukan "patet", yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran
logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh
untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C,
D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C
harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.
Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti
halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan
tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi
kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali
lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh
setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya
ketika gendhing Gangsaran pada adegan perangan.
Ø Kenong
Kenong merupakan salah satu alat musik yang menyusun gamelan Jawa. Kenong
termasuk dalam golongan pencon, yang termasuk
di dalamnya juga gong, bonang, dan kethuk.
Bentuk
Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini
disusun pada pangkon berupa kayu
keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan
bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan
suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring
dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan
kenong). Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela antara
kempul.
Notasi
Ø Kempul
Kempul iku salah siji perangkat gamelan
Jawa sing ditabuh. Perangkat iki biasane
digantung kaya umume perangkat gong. Kempul iki cacaeh tergantung jenis pagelarane, dadi ora
pasti. Saben laras sléndro lan pelog nduwéni 6 utawa 10 kempul.[1]
Wujud
Bentuknya
seperti gong yang lebih kecil,permukaannya rata dan ada beberapa bagian tengah
yang menonjol,diameter umum kira-kira 45cm.
Swara
Kempul
ngeto'ake swara sing luwih dhuwur tinimbang gong, kempul sing ukurane luwih
cilik swarane luwih dhuwur maneh.
Ø Gong
Gong merupakan
sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini
digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini
tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang telah
ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah
dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari.
Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan
dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah
stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata
memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk
meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
Daftar gong
- Agung
- Babendil
- Bonang
- Coil Gong
- Gandingan
- Gong ageng
- Kempul
- Kempyang and ketuk
- Kenong
- Khong mon
- Kulintang
- chau gong
- nipple gong (boa gong)
- feng gong
- tam tam
- paiste symphonic
- flat gong
- rin gong
Ø Kendang
Kendang, kendhang, atau gendang adalah instrumen
dalam gamelan Jawa Tengah yang salah
satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan,
tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah
disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang
gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang,
gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada
pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu
lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan
profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang,
sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda
nuansanya.
Ø Suling
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup
kayu atau terbuat
dari bambu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik
lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan
suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi
perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai
jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa
suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle
C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi,
hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo
adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser
standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb
key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B
foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas
dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French
Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain
harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun
beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli)
memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan
penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil
menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole
mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada
rendah.
Suling konser pada sebelum Era Klasik (1750) memakai
Suling Blok (seperti gambar atas), sedangkan pada sebelum Era Romantis (Era
Klasik 1750-1820) pakai Suling Albert (kayu hitam berlubang dan dilengkapi
klep), dan sejak Era Romantis (1820) memakai suling Boehm (kayu hitam atau
metal dilengkapi klep semua yang disebut juga suling Boehm, sistem Carl Boehm),
atau suling saja.
Khusus musik keroncong di Indonesia pada Era Stambul (1880-1920) memakai suling
Albert, dan pada Era Keroncong Abadi (1920-1960) telah memakai suling Bohm.
Ø Siter
Siter dan celempung adalah alat musik petik di dalam
gamelan Jawa. Ada hubungannya juga dengan kecapi di gamelan Sunda.
Siter dan celempung masing-masing memiliki 11 dan 13
pasang senar, direntang kedua sisinya di antara kotak resonator. Ciri khasnya
satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan
dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan, sedangkan celempung panjangnya
kira-kira 90 cm dan memiliki empat kaki, serta disetel satu oktaf di bawah
siter. Siter dan celempung dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang
dimainkan bersama (panerusan), sebagai
instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik
berdasarkan balungan). Baik siter
maupun celempung dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat).
Nama "siter" berasal dari Bahasa Belanda
"citer", yang juga berhubungan dengan Bahasa Inggris
"zither". "Celempung" berkaitan dengan bentuk musikal Sunda
celempungan.
Senar siter dimainkan dengan ibu jari,
sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik,
ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan
untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar sedangkan jari
tangan kiri berada di atas senar.
Siter dan celempung dengan berbagai
ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan
lain.
Ø Rebab
Rebab (Arab الربابة atau ربابة - "busur (instrumen)"),[1] juga rebap, rabab, rebeb,
rababah, atau al-rababa) adalah jenis alat musik
senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan menyebar melalui
jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa
varietas sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di
tanah, dan dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun
terdapat versi yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut
sebagai robab atau rubab).
Ukuran rebab biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan
yang tercakup dalam suatu membran seperti perkamen atau kulit
domba dan memiliki
leher panjang terpasang. Ada leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan
ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada papan
nada. Alat musik
ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan atau di lantai. Busurnya biasanya lebih
melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun dihargai karena nada suara, tetapi
memiliki rentang yang sangat terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia Arab oleh
biola dan kemenche. Hal ini
terkait dengan instrumen Irak, Joza, yang memiliki
empat senar.
Pengenalan rebab ke Eropa Barat telah mungkin bersamaan
dengan penaklukan Spanyol oleh bangsa Moor, di Semenanjung
Iberia. Namun, ada
bukti adanya alat musik ini pada abad ke-9 juga di Eropa Timur: ahli geografi
Persia abad ke-9 Ibnu Khurradadhbih mengutip lira
Bizantium (atau lūrā)
sebagai alat musik busur khas Bizantium dan setara dengan rabāb Arab.[2]
Konstruksi
Rebab ini digunakan dalam berbagai macam ansambel musik
dan genre, sesuai dengan distribusi yang luas, dan dibangun dan dimainkan agak
berbeda di daerah berbeda. Di Asia Tenggara, rebab adalah instrumen besar
dengan kisaran mirip dengan viola
da gamba, sedangkan
versi dari instrumen yang jauh lebih ke barat cenderung lebih kecil dan lebih
tinggi melengking. Badannya bervariasi dengan banyak hiasan ukiran, seperti di
Jawa, untuk model sederhana seperti "biola sungai Nil" Mesir 2 senar
mungkin memiliki badan yang terbuat dari setengah tempurung kelapa. Versi yang
lebih canggih memiliki kotak suara logam dan depan mungkin setengah-ditutupi
dengan tembaga yang dipukuli, dan setengah dengan kulit sapi.
Arab, Persia dan Ottoman
Rebab itu banyak digunakan, dan terus akan digunakan,
dalam musik tradisional Persia. Ada juga instrumen busur pada musik
Persia bernama Kamanche yang memiliki
bentuk dan struktur yang sama. Rebab juga dimainkan di negara lain seperti India, kemungkinan besar menelusuri asal kepada Iran Raya
karena penggunaannya di pengadilan Sassanid. Ini diadopsi sebagai instrumen
kunci dalam musik klasik Arab dan di Maroko, tradisi musik Arab-Andalusia telah tetap hidup dengan
keturunan Muslim yang meninggalkan Spanyol sebagai pengungsi mengikuti Reconquista. Rebab ini
menjadi instrumen favorit di rumah teh Kekaisaran
Ottoman (Turki) sampai
kedatangan biola, satu-satunya alat musik busur di Kekaisaran Ottoman.
Pedalaman Asia
Permainan Rebab
di Banjarmasin (era tahun 1910-1925).
Varian biola tangkai sangat umum digunakan oleh banyak
kelompok etnis Timur dan Asia Tengah dan diaspora mereka di seluruh dunia,
seperti berbagai Huqin yang digunakan
oleh sebagian besar kelompok etnis Cina, morin
khuur dari Mongolia, Byzaanchy dari Tuva, Kokyu dari Jepang, Haegeum dari Korea, kyl
kiak dari Kirgizstan, Saw
sam sai dari Thailand dan banyak lainnya. Ini umumnya digunakan dalam
memainkan lagu rakyat tradisional, tetapi juga menjadi populer di pengaturan musik kontemporer, termasuk genre seperti klasik, jazz, dan rock.
Indonesia dan Malaysia
Dalam gamelan Indonesia rebab adalah instrumen penting dalam
mengelaborasi dan menghiasi melodi
dasar. Ini tidak
harus sesuai persis dengan skala instrumen gamelan lainnya dan dapat dimainkan
dalam waktu yang relatif bebas, penyelesaian frasa setelah dentuman dari gong
ageng (gong besar
yang "mengatur" ansambel). Rebab juga sering memainkan buka yang saat itu
adalah bagian dari ansambel.
Di negara bagian Malaysia timur, Kelantan dan Terengganu, Rebab digunakan dalam ritual penyembuhan yang disebut
"Main Puteri". Musisi penyembuh kadang-kadang dibawa ke rumah sakit
dalam kasus-kasus di mana dokter tidak dapat menyembuhkan pasien yang sakit.
Ø
Demung
Demung adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk
keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya terdapat 2 demung,
keduanya memiliki versi pelog dan slendro. Demung menghasilkan nada dengan
oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar.
Demung memiliki wilahan yang relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada
wilahan saron, sehingga nada yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung
biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih
berat daripada tabuh saron.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang
imbal, atau menabuh bergantian antara demung 1 dan demung 2, menghasilkan
jalinan nada yang bervariasi namun mengikuti pola tertentu. Cepat lambatnya dan
keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis
gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan
misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang
bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu
ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras.
Dalam memainkan demung, tangan kanan memukul wilahan /
lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul
sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada
sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)
Ø
Bonang
Penerus
Bonang
Penerus adalah Bonang yang paling kecil,
beroktaf tinggi] Pada teknik tabuhan pipilan, bonang panerus
berkecepatan dua kali lipat dari pada bonang barung. Walaupun mengantisipasi
nada-nada balungan, bonang panerus tidak berfungsi sebagai lagu tuntunan,
karena kecepatan dan ketinggian wilayah nadanya. Dalam teknik tabuhan
imbal-imbalan, bekerja sama dengan bonang barung, bonang panerus memainkan
pola-pola lagu jalin menjalin.
Cara Main
Bonang
Penerus cara memainkannya yaitu sama persis dengan Bonang Barung. Bonang
Penerus hanya tinggal mengikuti kemana alur lagu dari Bonang Barung
Beberapa contoh lirik musik Daerah Jawa Tengah
Jamuran ya
ge ge thok
Jamu apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa
Jamu apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa
Lir ilir lir
ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Gundul
gundul pacul cul gelelengan
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul
ngglimpang segane dadi dak ratan
Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan
Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan
Duh kaya
ngene rasane
Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah diece
Karo kanca kancane
Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah diece
Karo kanca kancane
Pye pye pye
pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Besuk kapan
aku bisa
Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya
Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya
Pye pye pye
pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
MATHUR THANK U.
BalasHapusArtikel ini sangat bagus dan menarik untuk dibaca,karna berisi kebudayaan Indonesia yg harus kita lestarikan
BalasHapus