Rabu, 14 November 2012

Balasan Kejujuran



Bagi setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan memiliki akhlaq yang baik serta yang terpuji. Barang siapa yang melakukan sifat-sifat tersebut, niscaya akan mendapatkan balasan yang setimpal, baik di dunia maupun di akhirat.
                Barang siapa yang meninggalkan khianat dan pekerjaan yang tercela lainnya karena Allah dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, maka Allah akan menggantinya dengan kebaikan yang berlimpah.
                Ada seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari seseorang. Suatu ketika orang tersebut menemukan guci di areal tanah yang baru dibelinya itu. Guci tersebut ternyata berisi perhiasan emas yang cukup lumayan jumlahnya.
                Dengan segera orang itu menemui pemilik tanah sebelumnya, yang dulu menjual kepada dirinya. “Ambilah emasmu yang kutemukan, sebab aku hanya membeli tanah perkebunan, tidak termasuk membeli emas itu” katanya.
                “Aku menjual tanah itu berikut apa yang ada di dalamnya, maka guci emas itu pun sudah menjadi hakmu” jawab pemilik tanah sebelumnya menolak. Ia menganggap tanah yang dijualnya berikut apa yang ada di dalamnya sudah sah menjadi pemilik yang membelinya, meskipun ada barang berharga yang ia sendiri tidak tahu.
                Kedua orang itu saling tak mau menerima emas itu, mereka sama-sama menganggap bahwa barang itu bukan haknya. Akhirnya, mereka meminta keputusan hukum kepada orang lain, yang dianggap bijaksana dan mengerti.
                “Apakah kalian berdua mempunyai anak?” Tanya orang yang dimintai pendapat itu. “Aku memiliki seorang anak laki-laki” jawab orang yang membeli tanah itu. “Aku mempunyai seorang anak perempuan” sahut penjual tanah.
“Nikahkanlah anak laki-lakimu dengan anak perempuannya dan nafkahkanlah kepada keduanya emas itu, serta bersedekahlah” kata orang itu member nasihat.
(Abu Hurairah radiallahu ‘anhu meriwayatkan)
Dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa beliau menyebut ada dua orang laki-laki Bani Israil yang terlibat percakapan serius.
Laki-laki Bani Israil yang satu meminta kepada laki-laki Bani Israil lainnya untuk memberinya pinjaman uang sebesar 1.000 dinar.
Orang yang hendak menghutangi itu berkata
“Carilah beberapa orang saksi, agar mereka menjadi saksi hutang piutang ini.”
“Cukuplah Allah sebagai saksiku” jawab orang yang hendak berhutang itu.
“Datangkanlah seseorang yang dapat menjamin kepercayaanku terhadap dirimu”
“Cukup Allah yang menjaminku.”
“Engkau benar!” kata orang yang hendak member pinjaman itu. Maka unag itu diberikan kepadanya untuk dikembalikan pada waktu yang ditentukan.
Orang yang berhutang itu kemudian pergi berlayar untuk suatu keperluan hingga beberapa lama. Karena hutangnya telah tiba waktunya untuk mengembalikan, seperti yang telah ditentukan. Ia kemudian mencari kapal yang bisa mengantarkan dirinya. Namun, orang itu tak menemukan kapal tersebut. Dia kemudian mengambil sebatang kayu dan ia lubangi, lalu dimasukkannya uang 1.000 dinar beserta sebuah surat ke dalamnya. Selanjutnya ia menuju ke pantai.
“Ya Allah, sunggguh engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepadanya sebanyak 1.000 dinar. dia memintaku seorang penjamin, maka kukatakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela. Dia juga meminta kepadaku saksi, maka kukatakan cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia pun rela” katanya dengan wajah menengadah.
“Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal yang dapat mengirimkan kepadanya uang yang telah dipinjamkannya kepadaku, tetapi aku tak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ini kepada-Mu”
Kemudian orang itu melemparkan kayu yang di dalamnya berisi uang dan surat itu ke laut, lalu ditinggalnya pulang.
Sementara itu, orang yang member pinjaman juga menantinya. Ia selalu menunggu kapal yang dating ke negerinya, barangkali orang yang telah diberinya pinjaman datang untuk mengembalikan tanggungannya.
Saat itu pun ia ke luar rumah menyusuri pantai untuk mencari tahu, barangkali ada kapal yang berlabuh dan membawa titipan uangnya. Tiba-tiba ia melihat kayu terapung-apung di pinggir pantai. Diambilnya kayu tersebut dengan maksud untuk dijadikan kayu bakar istrinya.
Ketika sampai dirumah, dibelahnya kayu itu. Dan alangkah terkejutnya lelaki itu, ternyata di dalam kayu itu terdapat uang 1.000 dinar dan sepucuk surat yang ditujukan kepada dirinya.
Beberapa hari kemudian datanglah orang yang berhutang itu ke rumahnya dengan membawa uang 1.000 dinar.
“Maaf aku telah melanggar janjiku. Demi Allah, aku telah berusaha mencari kapal agar bisa membayar hutangku tepat pada waktunya, tetapi aku tak mendapatkannya, dan baru sekarang aku bisa sampai disini” katanya.
“Bukankah kau telah mengirimkan uang itu dengan sesuatu?” Tanya orang yang member pinjaman itu.
“Bukankah sudah kuberitahukan kepadamu, bahwa aku kesulitan mencari perahu untuk bisa datang kemari” sahut peminjam itu tak mengerti.
“Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang engkau kirimkan kepadaku dengan menggunakan sepotong kayu itu. Karena itu bawalah kembali uangmu, karena engka telah melunasinya” kata orang yang memberi pinjaman itu menerangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar